Hari Ibu ini menjadi istimewa, karena kehadiran putera kami tercinta, namanya Virgiandra Arief Muhammad Sarbana.

Masuk Rumah Sakit Bersalin Melania di Bondongan, Bogor jam 20.00, isteri saya langsung diperiksa. Kata susternya, belum apa-apa, belum ada tanda-tanda kelahiran.  Saya malah yang grogi dan deg-degan.

Kami kemudian memesan ruangan di Kelas I, Ruang Melati I. Ruangannya adem, enak dan nyaman. Malam ini, kami di kamar bertiga saja; saya, isteri dan mertua. Semalaman kami isi dengan pengajian saja. Supaya bisa menenangkan semua orang. Karena urusan kelahiran, yang ngga tenang bukan hanya yang akan melahirkan, tapi semua orang bisa ngga tenang. Maka, membaca Al Qur’an adalah salah satu cara untuk menenangkan diri sekaligus memohon pertolongan-Nya.

Berkali-kali mertua saya meyakinkan saya dan dirinya sendiri, bahwa masalah kelahiran adalah urusan kekuasaan Allah; dari sisi waktu, keselamatan, kelancaran, semuanya adalah hak prerogatif Allah. Makanya, lebih mendekat kepada Allah adalah cara utama untuk memperoleh keselamatan.

Soalnya, para suster malah memberi alternatif untuk pulang dulu, baru besok hari kembali lagi. Sementara isteri saya, tetep merasa bahwa kelahirannya semakin dekat.

Saya sendiri sebenarnya rada bingung, karena besok pagi harus mengisi training motivasi pengajar di SD Al Ashr, Citeuruep. Tadinya mau membatalkan, tapi, la haula wa la quwwata, semuanya saya kerjakan saja, karena pantang juga menolak rezeki, apalagi, urusan training bukan hanya urusan pekerjaan, tapi sudah jadi investasi akherat saya, karena ada transfer ilmu disitu yang akan menghasilkan pasive income di akherat.

Al hasil, sambil menjaga isteri yang ngga bisa tidur, saya buka laptop untuk mempersiapkan bahan presentasi besok.

Pagi-pagi banget, saya ngajak isteri untuk jalan pagi di sekitar rumah sakit. Isteri saya memang sudah faham betul tentang proses melahirkan, karena ini kelahiran keduanya. Saya hanya menemani saja. Isteri saya yang perutnya bukan lagi membuncit, tapi sudah meruncing, hilir mudik, jalan pagi. Dari jauh saya melihatnya, sedih, haru, kagum, bahagia. Campur aduk.

Setelah menemani isteri jalan pagi, saya mengurusi administrasi keuangan. Karena memang harus membayar DP 50% dari total biaya kelahiran. Saya memilih kelahiran oleh bidan, walaupun sudah memeriksakan ke dokter, supaya kalau ada apa-apa masih bisa teratasi.

Administrasi beres, saya bersiap, mandi, ganti kostum dan berangkat menuju tempat pelatihan. Sungguh, berat rasanya meninggalkan isteri dalam keadaan seperti itu. Terselip harap, kalau saya bisa menemani dia melahirkan.

Saya berangkat, dengan doa yang macam-macam. Buat kelancaran isteri, kelancaran training, semuanya deh. Tapi doa saya tetep detail, satu per satu saya memohon kepada Allah, supaya memperoleh kemudahan.

Acara training yang berlangsung dari jam 09.00 – 15.30, berjalan lancar. Seperti biasa, memang full dengan game dan simulasi, memotivasi temen-temen yang menjadi guru di sebuah SD Islam Terpadu. Saya melihat semangat dan keinginan yang tinggi untuk terus belajar. Saya pun tertular semangat mereka. Walaupun tetep deg-degan dan sesekali menelpon dan mengirim sms, menanyakan kabar isteri yang sedang berjihad.

Pelatihan selesai, saya segera pulang. Sebelumnya ada titipan isteri supaya dibelikan quaker oats dan cokelat. Saya ngga nanya, langsung beli aja. Pasti isteri saya tahu apa yang dia minta.

Saya sampai di rumah bersalin jam 16.45. Saya lihat mertua sudah nangis, hilir mudik pegang handphone. Mertua saya ini memang rada-rada unik juga, sampai sekarang ngga bisa pake handphone. Al hasil, mertua saya bingung sendiri bagaimana menggunakan handphone itu. Saya kebetulan berada di belakang dia saat itu. Langsung menanyakan kabar isteri saya.

Isteri saya rupanya sudah ada di ruang bersalin, sedang berjihad untuk melahirkan. Sepertinya sang jabang bayi menunggu kedatangan ayahnya. Saya langsung berada di samping kiri isteri dan memeluknya serta menggenggam kedua tangannya. Tak henti saya bisikkan kalimat istighfar dan la illah ha illallah.. supaya makin menguatkan isteri saya.

Wanita memang luar biasa, dan keluarbiasaan itu dibuktikan dengan tangis yang keluar dari mulut isteri saya, berpadu dengan kalimat istighfar, jeritan, gerakan mengejan, seluruh anggota tubuhnya seolah berdzikir kepada Allah. Saya di sampingnya merasa sangat keciiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiil. Tidak ada artinya. Saya terpana.

Alhamdulillah, pukul 17.09, lahir putera kami, Virgiandra Arief Muhammad Sarbana, beratnya 3.550 kg, panjangnya 51 cm. Namanya adalah harapan Abi dan Bundanya, supaya menjadi orang yang bijaksana dan terpuji. Semoga.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *