Terburu-buru saya mengisi shaf terdepan. Sholat Ashar saat itu. Di sebuah mesjid di pinggir jalan. Khusyu dan sunyi shalat jamaahnya.

Imamnya sudah lumayan tua, dan ketika berpindah ke gerakan ruku, Sang Imam mengeluarkan suara yang minim, tak terdengar. Saya ikuti dengan sudut mata saja, rekan jamaah di sebelah untuk ruku. Dikomando oleh gerakan, bukan suara.

Dari ruku, berganti gerakan ke i’tidal..

sami allahu liman hamidah….

tak terdengar lagi, minim.

Sekali lagi, saya dikomando oleh gerakan, bukan oleh suara.

Ketika sujud, sudah bukan suara, bukan gerakan lagi yang menjadi komando dari imam, tapi firasat, kalkulasi bahwa (sepertinya) Sang Imam sudah berganti gerakan.

Wah.. agak repot juga sholat begini, jika imamnya pendiam.

di rakaat kedua, berulang kejadiannya.

Masuk rakaat ketiga, tiba-tiba Sang Imam mundur.

Makmum yang terdekat langsung maju.

“kayanya imamnya kentut?”

itu yang ada dalam pikiran saya….

Imam pendiam itu direshuffle atas kesadaran sendiri, karena telah batal sebagai imam.

Dan ketika imam berganti, maka gerakan sholat jamaah itu menjadi lebih lancar.

Sang Imam hasil reshuffle ini lebih tegas, lebih membuat jamaah merasakan kepemimpinannya.

Tak perlu lagi saya gunakan sudut mata untuk melihat gerakan, atau firasat untuk mengkalkulasi waktu sujud.

Alhamdulillah, imamnya lebih tegas, makmum pun jadi lebih khusyu menjalankan perannya sebagai makmum.

Jadi inget dengan isu-isu reshuffle menteri…

Bisa jadi, reshuffle itu memang harus dilakukan karena imamnya sudah batal sebagai imam, entah karena kentut atau alasan lainnya. Kalau dalam konteks jamaah, namanya imam, dalam konteks jabatan publik, mungkin menteri.

Kalau dalam shalat jamaah, imamnya sadar kalau dia batal, langsung mundur atas kesadaran sendiri; terkecuali, suara buang anginnya sedemikian keras, sehingga seperti pengumuman atas kebatalan imam. Atau, tanpa bunyi, tapi berbau, sehingga jamaah yang merasakan akibat dari baunya, dan sepakat untuk mengganti. Atau malah saling curiga tentang siapa yang jadi sumber bau-nya.

Masalahnya, dunia shalat jamaah kadang tak dipakai dalam keseharian jabatan. Kadang, Sang Imam sudah jelas batal sebagai pemimpin, tapi, karena tak berbunyi, padahal berbau, tenang-tenang saja melenggang dan melanggengkan jabatannya.

Ah.. kenapa soal buang angin jadi nyambung ke reshuffle….?

Mungkin sudah terlalu besar dampak baunya dari pejabat2 publik ini. Kita lihat saja, apakah para pengganti ‘imam’ itu juga memenuhi kualifikasi….

One thought on “Imam yang Diresehufle

Leave a Reply to bajumuslimbagus Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *