Pagi ini, 07.30 saya bersama isteri dan anak, datang ke TPS 02 di desa Tamansari. Sudah ramai rupanya. Saya mendaftar, dengan nama yang salah tertera di surat undangan. Isteri saya tak mendapat surat undangan dari kelurahan. Tak terdaftar katanya. Saya menyerahkan KTP isteri saya, minta diperiksa di Daftar Pemilih Tetap, siapa tahu ada namanya. Nihil. Isteri saya pun golput hari itu.

Setelah mendaftar, nomor surat undangan saya 209, saya menunggu di tempat duduk. Isteri saya agak jauh, karena sambil membawa anak kami berjemur.

Pemilihan sudah berlangsung, kebanyakan yang nyontreng masih pada bingung. Kasak-kusuk nanya kesana kemari, terutama pemilih berusia tua, yang kebanyakan datang membawa kacamata yang dipegangi. Petugas tak henti memberikan informasi.

Ada seorang nenek di depan saya, dipanggil dan langsung menuju bilik suara. Setelah memegang, dia disuruh masuk ke bilik suara. Tiba-tiba dia kembali lagi dan setengah berteriak…

“Ini SBY-nya mana..kalau nomor 31-nya ada…kok SBY-nya ngga ada…”

Gerrrrrr…semua orang pada ketawa. Ketahuan deh itu nenek milih partai apa. Ngga LUBER lagi deh milihnya. Petugas langsung memberikan pengumuman..

“Bapak dan Ibu sekalian, ini pemilihan umum untuk memilih calon legislatip (pake p–karena orang Sunda), bukan pemilihan presiden..diingat ya Pak…Bu…”

Nenek itu pun kembali ke bilik suara melanjutkan pilihannya. Hampir 8 menit dia disana. Sudah pasti pilihannya, tapi pasti kerepotan ketika melipat kertas suara yang sebesar taplak meja di ruang tamu itu. Karena saya bisa melihat dari luar, betapa nenek itu kerepotan melipat kertas suara.

Tak berapa lama, satu persatu pemilih dipanggil, sampai suatu kali ada panggilan…

“Bapak Udin…silahkan masuk, memilih..” kata petugas pemilu..

Maka masuklah 5 orang dengan serentak… Petugas menahan ke-5 orang itu, dan bertanya kepada mereka…

“Kok pada masuk semua, satu per satu aja…”

“Saya khan Pak Udin…” kata salah seorang, diiringi dengan orang yang lainnya..

Ternyata, 5 orang itu memiliki nama depan Udin semua. Pantas saja, majunya serentak. Masalahnya, di surat undangan pemilih, memang dicantumkan hanya nama Udin saja. Akhirnya petugas mencocokkan dengan identitas lain di surat undangan dan KTP, dan salah seorang, Udin Satu, yang duluan masuk untuk memilih.

Hehehehehe.. saya ketawa aja ngeliatnya.. Kaya ngeliat lawakan alias parodi…

Tak berapa lama, saya pun dipanggil..

“Baban Sarbani…silahkan masuk..” kata petugas…Padahal nama saya Baban Sarbana. Salah nama, tapi ngga fatal.

Saya masuk dan langsung mengambil kertas suara, dan memilih. Karena sebelumnya saya sudah punya pilihan partai maupun caleg (memang kenal dengan calegnya soalnya…enak khan..?), mudah saja bagi saya untuk memilih. Cepat pula. Tak sampai 3 menit. Saya memasukkan surat suara ke kotak suara, mencelupkan ujung kelingking sedikit ke tinta suara dan langsung menuju isteri saya yang golput.

Sampai di rumah, langsung saya nonton televisi dan ternyata tak cuma isteri saya yang golput. Beberapa orang golput dengan berbagai ragam alasan:

1. Golput Kolektif. Terjadi di Sampang, Madura, karena mereka protes dengan adanya kasus DPT ganda, sehingga tak mau memilih dan TPS pun kosong

2. Golput hiperaktif. Orang-orang yang mencontreng lebih dari 1 pilihan.

3. Golput aktif. Golput yang menyarankan orang lain golput. Contohnya Gus Dur.

4. Golput administratif. Golput yang terjadi karena kesalahan administrasi, seperti tak kebagian surat undangan.

5. Golput selektif. Ini golput karena ngejar kerjaan lain yang lebih menguntungkan, seperti artis-artis yang dapat job pas hari pencontrengan.

Hmmm….Pemilu yang paling rumit. Penuh parodi. Di satu sisi KPU menyarankan rakyat untuk datang ke TPS, tapi di sisi lain, banyak orang yang terpaksa tak bisa memilih, tak bisa memenuhi haknya. Maka, di televisi semua oragn pun melakukan klaim terhadap apa pun, entah itu kesalahan, kelebihan, pokoknya apa pun yang menyelamatkan posisinya masing-masing…. Benar-benar parodi demokrasi.

Pemenangnnya, sudah pasti: GOLPUT! Bukan karena mereka memilih untuk tak memilih, tapi parodi demokrasi ini memang membuat GOLPUT menjadi pemenang, dengan segala macam alasannya.

One thought on “Parodi Demokrasi dan Terpaksa Golput

  1. He..he.. untung yang dipanggil udin….coba kalau Asep…bisa 20 orang kali ya mas yang berdriri bareng-bareng….

  2. assalamu’alaykum wr wb.

    sepakat, ga semua yang golput itu apatis…
    golput=golongan putus asa

    padahal, harapan itu akan selalu tetap ada…

    di TV..golput itu kependekan dari Golongan Pencari Uang Tunai malah…hehehehehe, ada-ada aja…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *