Tiap hari Jum’at, biasanya tempat sampah saya berkurang volumenya, karena ada pemulung yang memang pekerjaannya mengumpulkan sampah yang bisa didaur ulang, untuk dikumpulkan ke broker sampah. Kebetulan sekali, pembantu saya di rumah, sudah memilah sampah yang daur ulang dan non daur ulang, sehingga memudahkan pekerjaan si pemulung untuk mengambil sampah. Pemulung ini bisa dikatagorikan masyarakat sampah, yaitu masyarakat yang hidup dari sampah.

Di kereta, setiap sore, pasti ada anak kecil atau bapak-bapak yang membersihkan sampah yang berserakan di lantai kereta, untuk kemudian meminta sedikit rezeki dari para penumpang. Setiap malam, ada sekumpulan anak jalanan yang beramai-ramai mencuci kereta api, mengepel lantai kereta, membersihkan kotoran dan sampah yang menempel di kereta, supaya besoknya para penumpang bisa dengan nyaman menaiki kereta. Demikian terus.

Masih banyak masyarakat yang mengais rezeki dari sampah yang terbuang. Mulai dari pemulung, hingga ibu-ibu kreatif yang mengubah sampah kemasan diterjen menjadi tas, kertas bekas menjadi lukisan, buku bekas jadi frame foto, sedotan jadi bunga kering, serutan kayu jadi bunga kering, atau apa pun jenis sampah yang didaur ulang dan memberikan manfaat hidup dan manfaat finansial….

Pemulung yang merupakan masyarakat sampah ini hidup di daerah yang kumuh, kotor dan bau. Kadang dikiran orang gila, maling  atau penculik anak.

Nun jauh disana, di sebuah gedung mentereng, ada sekumpulan orang, rapi, berjas, berdasi, wangi, sering muncul di televisi, mendapat tempat terhormat, walaupun beberapa diantaranya tak memiliki kehormatan; mengais rezeki dari uang tak halal. Mereka menganggap uang panas itu sebagai rezeki. Mereka tak hidup di tempat kumuh, tak kotor, tak bau, mendapat fasilitas istimewa, sering dikira malaikat.

Para wakil rakyat yang korup itulah sampah masyarakat, yang memang sudah harus dibuang dari komponen masyarakat, karena mereka yang tak bau secara fisik, sebenarnya bau secara psikis. Mereka yang malaikat di permukaan, sebenarnya setan di dalamnya.

Masyarakat sampah, para pemulung yang hidup dari sampah memang hidup di daerah yang kotor, tapi banyak dari mereka memiliki hati yang bersih.

Sampah masyarakat, para wakil rakyat yang korup, hidup di tempat yang mewah, wangi dan bersih, tapi banyak dari mereka yang memiliki hati yang kotor, menjadi sampah.

Sebentar lagi pemilu, rakyat yang masih banyak hidup di daerah kumuh, masih miskin itu akan memilih. Semoga tidak memilih orang-orang yang akhirnya menjadi sampah-sampah yang baru.

One thought on “Masyarakat Sampah vs Sampah Masyarakat

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *