Pulang dari rumah ibu-nya isteri alias mertua, saya melanjutkan perjalanan ke rumah di Ciapus. Saya menggunakan motor. Sepanjang jalan, cukup lengang, karena hari ini liburan, Isra Mi’raj.

Ketika tiba di jalur jalan raya Ciapus, ada sedikit tersendat, karena banyak angkutan umum yang berhenti sembarangan. Di belakang saya, terdengar suara klakson..

“Diin.. Diin.. Diin…”

Di depan saya ada angkot yang sedang negosiasi antara penumpang dengan supirnya, jadi memang tak bisa maju.

“Diin.. Diiin.. Diiiin”

Kembali suara klakson dari belakang. Mulai menjengkelkan. Saya mengintip dari kaca spion, saya lihat, ada kendaraan pribadi di belakang saya; mobil lumayan mahal.

Angkutan umum di depan saya jalan. Saya pun berjalan perlahan, di pinggir; memberi kesempatan untuk disalip; siapa tahu mobil di belakang saya memang sedang buru-buru..

“Diin.. Diiin.. Diiin.. Diiin.. Diiiiiiiiiiiiiiiiiiin”

Kali ini kembali suara klakson terdengar, agak panjang dan sangat mengganggu. Saya berhenti. Melintaslah sebuah mobil yang tadi mengklakson dan selama melintas itu, terdengar klakson berulang-ulang. Mengganggu sekali.

Saya diam sejenak, membiarkan mobil itu agak jauh. Terganggu juga dengan suara klakson itu.

Kemudian saya melanjutkan perjalanan. Sampai di suatu pertigaan, saya dengar dari kejauhan, suara klakson bersahut-sahutan. Mulai dari klakson angkutan umum, mobil pribadi, truk, motor.

Saya mempercepat kendaraan dan karena bisa menyalip, hingga bisa tiba lebih cepat.

Saya lihat di depan saya, pengendar mobil yang hobi mengklakson tadi, sedang berdebat dengan seorang supir angkutan umum. Rasa-rasanya, karena supir angkutan umum itu terganggu diklakson berulang-ulang. Seorang supir truk turun dan melerai perdebatan keduanya yang memang tak ada yang mau kalah.

Selama perdebatan itu, suara klakson tak berhenti bersahutan, persis orkestra, cuma tak merdu, tapi mengganggu.

Akhirnya, kedua pengendara itu kembali ke mobilnya masing-masing. Dan para pengendara motor yang memang bisa menyalip, tentu dengan senang hati menyalip mobil (lumayan mewah) yang hobi mengklakson itu. Setiap melewati mobil itu, siapa pun pengendara motor, akan membunyikan klaksonnya…persis seperti orang permisi….

Saya sih tidak ikut-ikutan, tapi jadi mikir juga…

Nglakson itu khan memang enak, menekan tombol klakson, seolah mengatakan atau menghardik mobil atau kendaraan yang di depan…

“Minggir lu…” atau “Mau buru-buru nih..”

Masalahnya adalah, jika mengklakson berulang-ulang di jalan kampung dan bukan jalan tol, yang tentu saja lumayan padat, karena jalannya kecil dan dua jalur, tentu perlu adab yang lebih sopan untuk membunyikan klakson.

Saya melanjutkan perjalanan, dan kembali disalip mobil lumayan mewah itu, tetap dengan bunyi klaksonnya. Tak tahu saya, kenapa dia begitu, tapi terus terang saja, dia mendapatkan respon diklaksonin rame-rame bahkan diajak berdebat di tengah jalan oleh supir angkutan umum, karena mengklakson sembarangan.

One thought on “Klakson vs Klakson

  1. cerita yang menggugah hati….tanpa disadari, semua tingkah laku kita akan berakibat pada kita juga, jika baik, tentu baik pula hasilnya, jika buruk, tentu buruk juga yang kita dapat…..

  2. Seringkali kemewahan tidak identik dengan kecerdasan emosional :). Semoga si Empunya mobil punya alasan pembenar kenapa dia melakukan itu

  3. buat sy, membunyikan klakson serampangan bgitu klo bukan supirnya lg mangku anak kecil y si suir g sabaran…
    jalanan padat memang salah satu tempat enguji kesabaran

    btw, kenalkan, sy salah satu pembaca cernil sampean. ternyata banyak bercerita ttg kereta juga, merasa ada teman jadinya heheheh
    silahkan mampir ke blog sy, sp tau bis angsi masukan 🙂

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *