Pagi ini, kereta berhenti di Depok Lama. Katanya ada kerusakan dengan kereta yang sedang berada di UI. Keretanya mogok. Masih pagi, udara sudah panas. Sesak. Di depan saya, ada seorang mahasiswi yang dari tadi sibuk membaca bukunya, dan kini menggunakan buku itu untuk mengipas wajahnya. Di sebelahnya ada seorang bapak, mengenakan topi, kini membuka topinya dan membuka resleting jaketnya. Di samping saya, ada seorang pemuda yang dari tadi mengeluarkan kata..”ck…ck….ck…” dari mulutnya. Di sampingnya, ada seorang wanita yang geleng-geleng kepala. Sementara, di dekatnya, ada seorang pemuda, berpeci, pakian putih, mulutnya komat-kamit. Mungkin berdo’a agar kereta cepat jalan.

Dari belakang saya terdengar percakapan telpon:

“Hei..kereta gw mogok nih… biasa..namanya juga ekonomi…” itu awalan obrolannya.

“Eh..pesenin nasi uduk ya…? ntar keburu tutup. Punya gw pake tempe goreng, kasih sambelnya jangan banyak-banyak….” lanjut si gadis. Sepertinya mahasiswi. Rupanya dia punya rutinitas makan nasi uduk di tempat tertentu sebelum masuk kuliah.

Saya melihat ke bawah, persis di kaki saya, menyender seorang anak, pengemis yang sejak dari Bogor sudah pulas tertidur. Nikmat betul. Rada aneh, melihat di tengah sesak dan panas begini, dia bisa nikmat tidur. Tapi, Allah bisa memberi nikmat pada siapa pun untuk kapan pun. Tak semua orang bisa tidur dalam kondisi sesak seperti itu. Tapi, mungkin juga si anak pengemis itu tertidur karena saking laparnya, karena terlihat tubuhnya sangat ringkih. Saya akhirnya menggeser posisi berdiri, karena dekat pintu, dan membungkuk kemudian mendorong anak itu sehingga bersender di dinding kereta. Ketika dipindahkan pun, anak itu tetap tertidur.

Sementara yang lain sibuk menggerutu tentang kondisi kereta ekonomi yang menunda perjalanan, bisa karena mogok, menunggu kereta lain yang mogok atau disusul oleh kereta AC Ekonomi atau Pakuan Express; saya malah sibuk merhatiin orang-orang itu.

Saya mikir, analoginya..ibarat kereta ini adalah alat untuk mencapai tujuan, maka kita menyerahkan nasib kepada sistem perkereta-apian dan mengikuti apa pun dari keputusan yang diambil karena masalah-masalah yang timbul. Sama saja dengan negara yang kini juga sedang carut marut, akan menentukan siapa masinis yang akan membawa keretanya; tentu akan mengakibatkan siapa pun penumpang, tergantung kepada siapa pemenang yang ditentukan untuk mengelola kereta ini.

Hmmm…Ke kantor pun saya sudah terlambat, karena menunggu tak jelas. Tapi tak bisa apa-apa. Akhirnya saya memutuskan untuk keluar dari kereta, mengambil jalur angkutan umum dan melanjutkan perjalanan tanpa kereta. Itu pilihan. Tentu saja, pilihan itu tak semuanya diambil oleh orang-orang di dalam kereta, bisa karena mereka sudah sangat terbiasa dengan kondisi sesak dan tak jelas itu, atau mereka tak tahu kalau di luar sana ada pilihan. Seperti seorang gadis yang baru tahu kalau ada angkutan umum yang bisa digunakan ke kampusnya dan akhirnya mengikuti saya untuk melanjutkan perjalanan.

One thought on “Kereta Mogok, Otak Jangan Mogok

  1. hidup memang penuh pilihan dan pilihan yang kita ambil itulah yang akan menentukan nasib kita nantinya
    salam 🙂
    setuju banget..hidup adalah pilihan

  2. Lilis blum pernah sekalipun naik kereta. Baik ekonomi maupun ga ekonomi

    lilis..ntar kalau ke Bogor atau Jakarta, diajak tour deh pake kereta dengan segala ceritanya….

  3. Gimana kalau nasib negara kita setelah pemilu seperti kereta ekonomi yg anda tumpangi ? Sistem kenegaraan sama jeleknya dg sistem perkeretaapian ? Siap mentalkah kita ? Bisakah kita ganti kendaraan seperti yg anda lakukan ? Pembaca lain tentu punya jawaban masing2. Jawaban saya “enjoy aja” seperti anak kecil yg bisa tidur nyenyak di kereta api dalam tulsan anda tsb.

    salam dari:

    http://buku2pentig.blogspot.com/
    http://lesmusiktercepat.blogspot.com/
    http:/info9mahapenting.blogspot.com/

    hmmm…saran yang pantas untuk dilaksanakan…enjoy aja…

  4. Setuju mas..masa kereta mogok otak jadi mogok. Kayaknya kretanya ingin naik Status tuh jadi Kreta Bisnis bukan ekonomi lagi….

  5. Bukankah hidup kita terasa seperti di dlm kreta, Mas? Kita berada di atas sistem yg bergoyang-goyang. Jangankan kita penumpangnya, masinis pun tak mampu menghentikan goyangannya. Kayaknya kita harus bisa seperti anak kecil itu. Goyangaan kereta malah makin membuat ia enjoooy. Salam kenal…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *