Pagi ini, ratusan juta pasang mata di seluruh dunia tertuju pada pertandingan final Liga Champion antara Manchester United vs Barcelona. Banyak orang mengatakan, inilah final impian, pertandingan dua kesebelasan yang punya filosofi menyerang. Indah dan enak ditonton.

Saya online sejak jam 01.00, sambil mengamati dan berinteraksi dengan beberapa teman yang juga nonton. Saling memanasi sudah dimulai sejak siang tadi. Di facebook, status beberapa orang yang fanatic dengan MU menjagokan MU sambil merendahkan Barca; yang fanatic dengan BArca, sekalian merendahkan MU. Saya, terus terang saja, menjagokan MU.

Makanya ketar-ketir juga ketika menit 10, Eto’o mencetak gol dengan cara yang indah. Padahal di menit awal, Ronaldo menteror Barca. Menit berikutnya, malah MU yang diserang Barca. Ronaldo seperti menembus tembok yang sulit diruntuhkan.

Ketika gol Eto’o itulah, status beberapa teman di facebook pun berubah. Ada yang senang, ada yang jumawa, ada juga yang sedih (salah satunya saya). Ada yang malah mau sholat dulu. Entah karena memang belum sholat, atau sambil berdo’a (segitunya ya). Ada juga yang berharap, keadaan tak berubah, karena taruhannya memang Barca 1: MU 0. Ini sih memang ada maunya.

Ketika menit ke 69, Messidona mencetak gol kedua.. maka bergembiralah pendukung Barca, bersedihlah pendukung MU (termasuk saya lagi). Pendukung MU masih berharap kejadian 1999, ketika MU menang lawan Bayern Munich, terulang lagi.

MU vs Barca mungkin tak punya hubungan dengan masa depan orang Indonesia. Mereka nun jauh di Eropa sana. Tapi, mengapa ada jutaan orang Indonesia yang melek tengah malam hingga dini hari, ikut deg-degan dengan hasil pertandingan? Tak ada hubungan dengan masa depan, tapi ikutan deg-degan..? hmmm, hanya mungkin terjadi ketika ada hubungan emosional saja. Bahkan, mungkin spiritual, karena ada beberapa orang yang malah berdo’a timnya menang atau tim lawannya kalah.

Indahnya ketika seseorang memiliki ikatan emosional dengan sesuatu, seseorang atau sekelompok orang. Hebatnya sesuatu, seseorang atau sekelompok orang yang bisa menumbuhkan ikatan emosional kepada orang lain.

Seandainya, pemilihan presiden di hadapan kita yang sebentar lagi, tepat 8 Juli 2009, itu juga menimbulkan rasa, ikatan emosional dan spiritual yang mirip-mirip dengan keterlibatan seseorang terhadap hasil akhir pilpres, mungkin pilpres yang akan dilaksanakan, sama mendebarkannya dengan final Liga Champion.

Padahal, final MU vs Barca tak ada kaitan dengan masa depan bangsa. Padahal pilpres yang mempertandingkan SBY Berbudi, Mega Pro dan JK-Win sangat terkait erat dengan masa depan kita. Mungkin KPU perlu studi banding ke panitia penyelenggara Liga Champion untuk belajar bagaimana menyelenggarakan kompetisi yang sehat dan mendebarkan, sehingga puncak final adalah akumulasi dari emosi (positif) yang melibatkan seluruh bangsa.

Ketika pemilu 2009 menghasilkan golput sebagai pemenang, itu adalah gambaran, bahwa tak penuh ikatan emosional antara rakyat pemilih dengan wakil yang dipilihnya. Ketika orang yang terpidana dan bahkan yang sudah meninggal, terpilih menuju Senayan, seharusnya itu menjadi umpan balik, untuk melakukan perbaikan yang kemudian tak mereka lakukan.

MU vs BArca, yang menang memang Barca. Lebih dari 100 milyar rupiah jumlah hadiah yang diterima. Pertandingan final ini pun, mentasbihkan siapa diantara Messidona dan Cristiano Ronaldo yang layak menjadi pemain terbaik Eropa dan Dunia. Pertandingan besar yang menghasilkan pemain besar. Sejarah tercipta, karena Pep Guardiola mengantar Barca meraih treble winner di musim pertamanya. Selamat Barca.

Semua puas, uang lebih dari 1 trilyun untuk membiayai kompetisi Liga Champion, terbayar dan menguntungkan. Lebih dari 80 ribu penonton di stadion Olimpico terhibur, ratusan juta pasang mata di dunia pun terhibur. Mereka menyaksikan pertandingan yang fair, antara tim terbaik dengan aturan main yang ditegakkan. Yang kalah sedih, yang menang senang.

Semuanya terjadi, karena memang ada ikatan emosional; padahal tak ada hubungan dengan masa depan bangsa ini.

Pilpres 8 Juli 2009 menjelang; lika-liku menuju ke arah sana, masih simpang siur. Tim sukses masing-masing calon, sudah saling serang. Tim sukses yang tetap sukses, walaupun kandidatnya nanti gagal. Tim sukses yang tak hanya menyatakan kandidatnya yang terbaik, akan tetapi malah mengatakan kandidat lain lebih buruk. Tak tahu nanti, apakah 147 juta pemilih puas dengan kompetisi pilpres yang tak memuaskan pengelolaannya ini.

Semuanya terjadi, mungkin karena tak ada ikatan emosional, bahkan spiritual; padahal sangat berhubungan dengan masa depan bangsa ini.

Tunggu saja, tak salah juga kalau sambil berharap-harap cemas.

(Saya menulis ini ketika pertandingan final di menit ke-60, selesai menit ke-86, tapi menunggu hasil akhirnya, siapa tahu MU membalikkan keadaan. Hmmmm, tapi tak terjadi. Sekali lagi… Selamat untuk Barca)

One thought on “Final Liga Champion dan Pilpres 2009

  1. Ban saya juga on line sambil nonton .. eh nonton sambil on line … dulu jaman kos sih nonton asyik karena rame-rame…sekarang di rumah yang masih ‘doyan’ nonton bola cuma saya (itu pun selektif cuman laga-laga tertentu yang bakalan jadi bahan obrolan di kantor :)..)
    Lumayan juga karena on line serasa nonton bareng-bareng sama fesbukers lain ..termasuk Baban (I read your status..)
    Mungkin sesama penonton bola ga ada ikatan emosional ..tapi menjadi tercipta saat menonton di dimensi waktu yang sama walaupun ruang yang berbeda … jadi pantaslah ada yang bilang olahraga bisa menyatukan umat manusia universal (walaupun banyak kerusuhan juga akibat berada pada posisi berlawanan dalam olahraga)…
    soal pilpres … bisa jadi ada yang sampai merasa ada ikatan emosional dengan sesama pendukung calon yang sama … walaupun nyatanya banyak juga yang apatis …

    setuju…

  2. Ehm… Jadi merasa disindir niy… “Ada yang malah mau sholat dulu. Entah karena memang belum sholat, atau sambil berdo’a (segitunya ya)” Pencerahan dikit ya… Malu aja dengan Allah, kita bisa bangun tengah malam untuk nonton MU vs Barca, tetapi berat untuk bangun malam untuk memanjatkan rasa syukur atas segala nikmat yang Allah berikan untuk kita.

    Btw saya tertarik ulasannya tentang Pilpres apalagi tentang masa depan bangsa. Untuk Jangka waktu 5 Tahun aja tidak jelas apa yang akan dilakukan untuk masa depang bangsa, padahal harapan saya Indonesia harusnya punya sistem pemerintahan untuk 20-100 Tahun ke depan, dan Presiden yang terpilih berusaha untuk mewujudkan apa yang tersistem melalui pemerintahannya sehingga rakyat dapat mengevaluasi apa yang sudah terlaksana, dan apa yang belum, sehingga tingkat kemajuan dan kesejahteraan rakyat Indonesia, dapat terstruktur dengan jelas.

    Terima kasih… Maaf jika kepanjangan. ^_^

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *