….Teman-teman..ini bahan untuk buku saya, tentang biografi seseorang…. mohon inputannya ya?
Halaman parkir Hero Supermarket, Tebet.
Di sebuah pojok, lima binaragawan bersiap-siap untuk berlomba. Saya salah satu diantara binaragawan itu. ‘Kejuaraan’ yang lebih mirip tontonan orang berbadan besar, berminyak, hanya mengenakan celana pendek dan melakukan pose untuk menunjukkan otot-ototnya.
Beberapa orang lalu lalang di hadapan kita. Ada yang menoleh, ada juga yang berlalu begitu saja. Ada seorang ibu yang menuntun anaknya yang masih kecil. Melihat saya dan membisikan sesuatu kepada anaknya.
“Nak.. nanti kalau sudah besar, kamu jangan seperti orang-orang itu ya…”
Mungkin itu yang dibisikan si Ibu kepada anaknya. Bagaimana tidak? Siapa orang tua yang mau anaknya menekuni olahraga yang mengharuskannya berlomba di kejuaraan yang diadakan di lapangan parkir? Di depan puluhan pasang mata? Dengan tubuh diolesi minyak dan hanya mengenakan celanan pendek?
Saya pulang, dengan pikiran yang masih berkecamuk dengan dugaan terhadap bisikan Ibu kepada anaknya tadi. Padahal belum tentu dugaan saya benar. Tapi dari tatapan matanya, melihat kami—para binaragawan—berlomba, saya yakin bahwa Ibu tadi tidak ingin anaknya mengikuti jejak kami.
Dalam hati, saya pun tidak terima dengan kondisi seperti ini. Kondisi ini harus diubah. Ada satu hal yang menggelegak dalam hati saya, mengatakan bahwa suatu saat saya ingin ketika saya sedang nge-pose, Ibu yang menuntun anaknya tadi akan bilang, kamu nanti seperti mereka ya…?
Saya pulang, menyalakan televisi, saya menyaksikan tayangan pertandingan NBA, yang mempertandingkan Chicago Bulls melawan Phoenix Sun. Saya melihat Michael Jordan, pemain basket terbaik abad ini dengan permainannya. Selesai pertandingan, Michael Jordan diwawancarai. Jordan mendapat perlakuan sangat istimewa. Jordan menjadi idola. Jordan adalah salah satu atlet terkaya di dunia. Semua pemain basket ingin seperti Michael Jordan.
Saya yakin, seandainya seorang Ibu bersama anaknya menonton Michael Jordan, pasti si Ibu tadi mengatakan kepada anaknya…
”Nak.. suatu saat kamu harus seperti Jordan ya?”
Itu juga yang akan dikatakan orang tua kepada anaknya ketika mereka menonton Andre Agassi, Stefi Graf, Susi Susanti. Itu juga yang selalu mengusik saya sejak dulu. Bagaimana saya membuat orang tua mengatakan kepada anaknya supaya mau menekuni olahraga seperti yang saya lakukan? Saya membayangkan, yang paling sederhana saja, seandainya lomba bukan diadakan di lapangan parkir supermarket? Seandainya lomba diadakan di shopping center, mungkin lebih baik? Seandainya lomba diadakan di gedung pertemuan atau auditorium, mungkin akan lebih baik lagi?
Dan itulah yang saya lakukan. Saya mencoba memindahkan lomba binaraga dari lapangan parkir, ke tempat yang layak dan nyaman. Awalnya dari lapangan parkir, pindah ke lapangan Senayan, itu pun tidak di dalam gedung, tapi di koridor, yang biasanya dipakai oleh para atlet angkat besi untuk latihan. Kemudian masuk ke lapangan Senayan. Tidak di tengahnya. Perlahan saya memindahkan lomba binaraga ke Tennis Indoor Senayan, tentu dengan perjuangan yang lumayan berat.
Muncul ide besar di kepala saya, bagaimana caranya agar orang bisa melihat lomba binaraga di tempat yang nyaman dan menghibur? Seperti melihat music concert. Ya, penonton melihat binaraga, sama seperti melihat music concert. Binaraga adalah physic concert, karena memang yang dipertontonkan adalah fisik. Dari pemikiran itulah saya melakukan benchmarking, bahwa kalau konser Indonesian Idol bisa diadakan di Balai Sarbini, maka Pesta Raga pun harusnya bisa diadakan di Balai Sarbini. Bukan hanya mengangkat event binaraga saja, tapi menjadi semacam kepuasan bathin juga buat saya.
Akhirnya, event binaraga pun bisa dilaksanakan di Balai Sarbini. Orang yang menonton nyaman, terhibur. Saya pun puas. Yang ikut berlomba pun terhormat. Banyak pertanyaan usil mampir ke saya,
“Dapet berapa sih dari event itu?” Mungkin pertanyaan yang ada di kepala mereka.
Walaupun secara bisnis, setiap event harus diukur untung ruginya, tapi bukan itu saja ukuran kepuasan saya. Bagi saya, ketika event Pesta Raga itu berlangsung, ada ibu-ibu yang lewat bersama anaknya, dia membisikan sesuatu kepada anaknya..
“Nak.. kalau sudah besar, kamu kaya gitu ya….”
Itulah pencapaian dan kepuasan saya.
<<<ini ceritanya temen saya, bukan saya lho>>
wew..sesederhana itukah ukuran kepuasan anda untuk event yang begitu besar?????
Apapun hal yang qta lakukan slalu aj ada yang menilai positif ato negatif. Bagi lilis binaraga di manapun tempatx ga jadi masalah. Klo di lapangan parkir smua orang kan bisa nonton tapi klo di balai sarbini orang pinggiran mungkin enggan bahkan takut ke sana.
lebah cerdas, nama yg menarik. andai ada makhluk seperti lebah cerdas – bermanfaat untuk orang lain dg madunya dan cerdas lagi – hebat kali yaa … oh ya salam kenal
salam kenal juga… memang tidak sesederhana itu mengukur event besar. Tapi buat seseorang yang punya passion terhadap sesuatu, materi menjadi stepping stone, bukan tujuan…. tujuan yang lebih besarnya bukan memenuhi kantong, tapi memenuhi hati… btw, ini baru 1 chapter yang mau saya tulis. kalau udah lengkap, baru kelihatan big picture-nya….
pencerahan dong tentang binaraga :
maaf kalau saya masih berpendapat kalau binaraga itu hanya sebatas “olahraga yang bukan untuk dipertandingkan”. Karena memang bukan olahraga terukur.
saya tidak mengeri sistem penilaiannya, karena tidak seperti olahraga lain yang mendapat point dari lawan.
kalau binaraga, saya rasa itu sih selera. Jadi kalau juri / wasitnya berbeda, berbeda juga penilaiannya.
setuju…. memang begitu, dalam pandangan kita yang awam. Tapi kalau yang udah expert sih kayanya bisa menaksir kali ya…. saya juga bukan binaragawan…. tapi tertarik juga untuk tahu, bagaimana mereka berlomba, menghadapi kalah dan menang, dengan cara normal dan abnormal…. pasti ada yang menarik dari sesuatu yang tidak kita tahu…..
lebah cerdas ………… salam kenal ya 🙂
salam kebal jug winmit.. namanya lucu banget sih….winmit
hmmm gak mudeng dg binaraga. tapi moga sukses deh bukunya bos 🙂
wah lebahcerdas binaragawan ya,
gua ga suka liat yg gitu2an,suka geli,apalagi ampe diminyak2i…hihi
btw,no comment(yg negative)hehehe…
bukan.. saya bukan binaragawan.. ini cerita tentang seorang teman saya… buat biografinya dia….hehehehe..jangan nuduh dunk….