Ini cerita tentang para caleg yang ‘kehilangan’ setelah mengalami kegagalan, tak lolos menjadi legislator. Kehilangan apa saja para caleg yang gagal itu? ini dia….

1. Kehilangan Akal
Para caleg yang sudah tak bisa berpikir normal lagi, karena kenyataan yang diterimanya terlalu berat. Kemudian menjadi murung, melihat dunia sudah berbeda, padahal sebenarnya dunia berputar tetap sama saja, hanya dirinya yang berbeda. Para caleg ini biasanya senyum, tapi tak pernah mengajak orang lain, aliasa senyum-senyum sendiri, murung, dan mencari voucher menginap di rumah sakit jiwa, atau pergi ke pengobatan spiritual, berharap dengan guyuran dan semburan air, akalnya kembali.

2. Kehilangan Muka
Sudah tak tahu malu. Belum sampai gila, akan tetapi sudah tak mau bertemu orang lain. Biasanya mengurung diri, bahkan ada yang memasang rantai di kakinya. Para caleg ini merasa mukanya cukup layak untuk dijadikan legislator, sayangnya rakyat tak memilih, makanya dia kehilangan muka. Sebelumnya sangat dikenal dan yakin bahwa dirinya sangat dikenal, akan tetapi kenyataan berkata lain.

3. Kehilangan Uang
Para caleg yang besar pasak daripada tiang. Mengatakan diri sebagai orang penting, sebagai jaminan untuk meminjam uang dalam jumlah besar, melebihi dana yang dimilikinya. Setelah perhitungan sementara, dan hasilnya tak terlalu menggembirakan, maka berbagai jurus dilakukan, dari mulai menggadaikan laptop sampai kabur. Yang dihutangi, kemungkinan juga jadi penyebab dirinya tak terpilih, karena mana ada orang mau pilih orang yang masih berhutang kepadanya.

4. Kehilangan Teman
Para caleg yang mendapat teman dadakan, karena dirinya, ketika maju menjadi legislator, biasanya akan banyak teman-teman baru yang merapat dengan tujuan beragam. Setelah tak terpilih, maka perlahan tapi pasti, secara dadakan juga, teman-teman itu menghilang, kabur membawa kaos, uang lelah dan berbagai fasilitas ketika dijadikan sebagai teman. Salah satu buktinya adalah ketika salah seorang caleg diadili karena melakukan money politics, tak ada satu pun temannya yang hadir.

5. Kehilangan Harga Diri
Para caleg yang sebelumnya menjadi legislator, tapi kali ini tak terpilih lagi, kehilangan harga diri, karena memang dirinya seharga jabatannya sebagai legislator. Jabatan itu yang menjadi kehormatannya, sehingga tak lagi tampil seperti layaknya seorang legislator, padahal jabatannya belum berakhir. Maka, bercelana pendeklah ia ke kantor dewan, menganggap dirinya sudah tak terhormat lagi. Padahal, seseorang terhormat atau tidak bukan hanya dinilai dari jabatannya, tapi bagaimana dia memanusiakan dirinya sendiri.

6. Kehilangan Rasio
Para caleg yang menuding masyarakat berlaku tak adil dan dirinya tak siap menerima risiko kekalahan. Maka, dihancurkanlah fasilitas umum, disegel-lah sekolahan. Rasio-nya tak jalan, tak berpikir bahwa tindakannya bisa merugikan hajat orang banyak, tak bisa menghitung kalau dirinya memang tak layak untuk dipilih.

7. Kehilangan Nyawa
Para caleg yang sudah menaruh harapan sebagai legislator sebagai tujuan hidup paling tinggi. Tak kuat menerima kenyataan, akhirnya malaikat maut mencabut nyawanya. Ada yang karena serangan jantung, stroke, kelelahan, bahkan bunuh diri. Ironis jika pemilu yang carut marut ini sampai mengantarkan caleg gagal menemui ajal. Tak cukup kuat mental untuk menghadapi kekalahan.

8. Kehilangan Tuhan
Para caleg gagal yang bersuudzon kepada Tuhan, tak percaya akan takdir Tuhan; menuduh Tuhan tak adil. Akibat dari kehilangan Tuhan inilah yang terakumulasi menjadi kehilangan-kehilangan di atas hingga kehilangan nyawa dengan cara yang tidak diridhai Tuhan. Naudzubillah.

Nah.. caleg gagal kini lebih banyak dari caleg yang lolos. Tak hanya kerugian ekonomi yang dihadapi, tapi juga kerugian social dan psikologis. Tentu saja kondisi ini akan mengganggu keseimbangan dalam bermasyarakat. Jujur saja, 5 tahun lagi bisa jadi kondisi ini terulang lagi, baik yang menan g itu biru, kuning, merah, hijau, putih atau warna yang tak jelas sekalipun.

Saya berharap sih lebih baik, tapi kita lihat saja nanti!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *