Pagi ini, seperti biasa saya naik kereta di gerbong ujung. Hujan yang rintik-rintik, mungkin berdampak pada penumpang yang agak lengang. Saya berdiri di dekat pintu keluar, dan meletakkan tas yang isinya laptop, handphone, buku dan bekal makanan yang disiapkan isteri tadi pagi.
Di depan saya, ada seorang pria yang tangan kirinya buntung, hanya sampai siku. Tangan kanannya memegang buku kecil yang dengan asyik dibaca. Mulutnya mengunyah permen. Di sebelah saya lagi, ada seorang pemuda juga, bertopi, yang sejak masuk di kereta, sibuk sms dengan menggunakan hanphone yang lumayan bagus.
Kereta berjalan. Saya memperhatikan pria bertangan sesiku itu yang matanya asyik membaca buku di tangan kanannya, mulutnya mengunyah permen. Ketika kereta akan sampai di Cilebut, pria bertopi yang sibuk SMS itu nanya ke saya,
“Ini Cilebut ya? udah ini Bojong Gede ya…”
“Iya mas….” saya menjawab.
Kereta sampai di Citayam dan melanjutkan perjalanan. Karena saya intens melihat pria bertangan sesiku itu, mungkin dia merasa juga diperhatikan. Dia mengapit bukunya dengan tangan kiri yang sesiku, tangan kanannya merogoh kantong, mengambil permen.
“Mau mas…” dia menawarkan permen itu ke saya.
“Makasih, ngga deh…” jawab saya. Wah, jangan-jangan nafas saya bikin dia ngasih permen….? tapi, memang mungkin dasarnya pria ini baik, jadi menawarkan permen ke saya.
Ketika kereta akan menuju Bojong Gede, pria bertopi yang sibuk SMS itu kembali nanya…
“Ini Bojong Gede? udah ini Citayam ya?” nanya lagi…
“Iya mas..” saya mikir, ini orang ngapain sih nanya melulu.
Sampai di Citayam pun demikian..
“Ini Citayam ya? udah ini Depok?” nanya lagi.
“Iya mas…” jawab saya.
Penumpang makin penuh, berdesak-desakan. Pemuda bertopi tadi beringsut ke depan, mendekati pintu keluar. Pria bertangan sesiku itu sudah tidak membaca buku lagi. Bukunya dipegang tangan kanannya.
Sampai Depok Lama, pemuda bertopi yang nanya melulu itu, tiba-tiba agak grasak-grusuk, merangsek ke depan, menyenggol pria bertangan sesiku. Kereta berhenti sebentar di Depok Lama. Pemuda bertopi turun. Kereta kemudian berjalan kembali.
Tiba-tiba saya lihat, pria betangan sesiku itu memindahkan bukunya ke pangkal tangan kiri, mengapit buku. Tangan kanannya merogoh kantong belakang. Dompetnya hilang!
Rupanya pemuda bertopi tadi yang mencuri dompet pria bertangan sesiku.
Orang yang bertangan sesiku biasa disebut orang cacat. Tapi, cacat fisiknya tak membuat hatinya cacat, buktinya dia masih menawarkan permen ke saya. Hatinya baik. Saya membandingkannya dengan copet tadi yang masih muda, segar bugar, tubuhnya masih lengkap; kemudian bertanya dalam hati: sebenarnya yang cacat itu siapa?
Punteun diolah komentarnya…, ada salah posting…
((udinkoxx@yahoo.com… http://udinkoxx.blogdetik.com)))
hmmm cerita yang
menarik 🙂 dan
salah menduga itu
hal yang biasa.
saya sering mengalami-
nya 🙁
salam, kita bertemu lagi di dalam komentar lebah cerdas, thanks telah mengomentari komentarku.
cerita diatas adalah sebuah ritme hidup manusia, ada cerita yang sangat sangat mengejutkan dan bahkan telah merubah jalur pemikiran ku, tak ingat kapan itu kubaca, ceritanya disebuah kejadian terkeluarnya kereta api dijalurnya di sebuah daerah sekitar jakarta dan jawa barat, dimana gerbong sudah saling himpit tertumpuk, banyak penumpang nya yang mati terhimpit gerbong dan sekarat menahan tubuh yang terhempas dan terhimpit, diceritakan banyak orang yang mengucap istighfar beteriak mengingat tuhan nya dengan sibuk menyelamatkan diri menginjak injak saudara (sesuku/ senegara/ dan sebangsa) yang hampir mati dan yang telah mati, sibuk menyelamatkan koper dan harta bendanya, persetan mereka yang lain ujarnya, kemudian penduduk sekitar yang sedang terserang wabah malaria di malam dengan hujan gerimis tetap keluar karena mereka meresa saudara mereka harus di tolong, padahal tidak pernah ada kerta yang berhenti di desa itu untuk sekedar memberikan pil kina atau makanan kepada mereka yang terkena wabah, ternyata mereka lebih memilih barang berharga dan uang, ketimbang sesamanya yang menderita dan bumi yang menghidupnya, tuhan bagi mereka adalah segala yang bisa mereka kantongi (harta & benda) bukan tuhan yang diatas.
tega banget ya orang-orang egois itu.. jadi ngeri ngebayanginnya…. thx komentarnya…
hatinya pemuda bertopi itu sudah buntung melebihi tangan sih lelaki buntung.
cerita yang menarik mas…
menarik dan mendorong….
Hatinya copet yang cacat mas, qta ga bs menilai orang dari penampilan
Kita ambil hikmat dari peristiwa tersebut. Jangan nilai orang dari fisiknya.
penampilan memang bisa menipu kita ya?
salam 🙂
semoga kita semua bisa mengambil hikmah dari cerita lebah cerdas. nice .. nice…
tenkyu..kamsia…kamsahamida…
Ternyata kesempurnaan hati tidak bisa digambarkan oleh kesempurnaan fisik.
setuju banget…
Jangan cuma lihat dari tampang aj mas?! sekarang banyak orang berpenampilan Trendy tapi ternyata tukang tipu / pencopet / preman yang sok berteman, WAaasssspadalaaaahhhh !!! http://www.coolk45.blogdetik.com
2 sisi yang sangat beda
kita tidak boleh melihat orang dari penampilannya aja
salam 😀
kita jangan melihat dari satu sisi ! 🙂
saya pribadi, pernah memiliki pengalaman serupa (kecopetan) perjalanan dari Bojong- Tebet, dari rasa kesel yg mendalam (uang pas-pasan buat bayar semesteran dicopet) aku kesel semata-mata bukan pada copetnya (jelas tumpah tindih penumpang kereta) adalah lahan empuk copet. Jelas si copet tuh memiliki kebuntungan perilaku, moral, tetapi juga ada satu lagi bang, ituloh sistem angkutan kereta (PT KA) yang masih cacat ya…. masak gak bisa menyediakan kereta yang cepat, murah, duduk manusiawi (kalupun berdiri- serasa rekreasi).. sehingga Ibu hamil, manula, orang cacat ada privasi sedangkan para copet yg konon rombongan saat beroperasi — bisa terdeteksi…wuaaah kalo ada KRL gitu serasa kita hidup di mana yaaaa (sekarang sih) aku gak pernah naik lagi (di Tegal seeh)
another point of view..yang ‘cacat’, malah petugas KA-nya…hehehehehe….nice
hmmm
itu cerita beneran gak mas? kalau beneran, uh…sungguh terlalu…..
beneran lho…. emang, sama seperti kata Bung Rhoma..TERLALU….hmmm, banyak copet yang masih berkeliaran…
pengen tau reaksi mas baban ! tuh copet & yang kecopet diapain?
yang copet ya lari..khan keretanya jalan, ngga bisa ngapa-ngapain…. saya ya cuma bisa liat aja ke pria bertangan sesiku. Spechless…
Mudah-mudah si pencopet itu cepat sadar ya sob dan mengabdikan sisa hidupnya untuk kebaikan orang lain.
Buat yang tercopet, semoga lekas hilang dari traumanya dan optimis lagi, mudah2an rejeki yg sempat melayang bisa balik lagi, yg penting ikhlas. Kecuali mempunyai kemampuan untuk mengejar si pencopetnya.
Cheers, frizzy.
Blogger yg pengennya gak pernah kecopetan
kurang ajar banget tuh copet, dah jelas orang yg secara phisik gak lengkap masih aja di copet. (tapi emang copet kurang ajar sih).Semoga si copet cepat sadar.
copetnya kenapa nanya2 mulu ya? masih amatiran kali ya..
Kenapa pria yang tangannya buntung itu yang dicopet, kenapa tidak mas lebah cerdas, hehe, pasti semua itu ada hikmahnya…
realitas yang termaknai dengan baik……
ha beneran mas????
dua-duanya ya cacat dong, yang satu cacat fisik, yang satu lagi cacat hati.
yang lebih cacat itu orang-2 disekitarnya yang gak peduli terhadap kondisi di dalam kereta kayak apa…. makanya mereka gak bisa bedain mana yang cacat ato gak…. kecuali anda…
ceritanya bagus…ngena banget
mungkin inimaksudnya “Don’t judge the book by it’s cover” yah