Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan karunianya sehingga buku ini akhirnya dapat diterbitkan.

Sungguh kehormatan luar biasa bisa dipertemukan dengan sosok seorang Helmy Yahya. Tidak menyangka nasib saya begitu baik,  sehingga Tuhan mempertemukan saya dengan seseorang yang ingin saya jadikan ‘guru’ dalam bagaimana menyikapi kehidupan.

Selama ini saya pikir hanya bisa mengamatinya dari jauh saja, tapi ternyata Allah membukakan jalan bagi saya untuk berinteraksi dengan mas Helmy Yahya lebih intens dan membuka peluang bagi saya untuk belajar lebih banyak.

Terima kasih kepada Mba Sari, yang suatu sore menjelang malam, ditengah suara bising kereta api di Gambir, telah memberikan jalur kepada saya untuk menghubungi pihak Helmy Yahya’s Management.

Terima kasih kepada mas Joko, manajer mas Helmy Yahya, yang dengan selotip ditangannya menjadi pembuka interaksi antara saya dengan mas Helmy Yahya.

Terima kasih kepada pak, bu, mas, mbak, sederetan “komentator” yang rela meluangkan waktunya untuk diwawancari atau dikutip komentarnya tentang mas Helmy:  Hj. Wardiah, Tantowi Yahya, Alya Rohali, Kris Dayanti, Anjasmara, Dian Nitami, Taufik Savalas, Maudy Koesnaedi, Reinhard Tawas, Ruth Sahanaya, Ike Nurjanah, Astrie Ivo, Irma Hutabarat, Kak Nunu, Dewi Hughes, Ghufron, Purwatjaraka, Dedy Gumelar, Irfan Hakim,  Renhald Kasali, Weny Damayanti, Agus Idwar, Dik Doang, Dorce Gamalama, Peggy Melati Sukma, Syahid, dan Edwin,  Rina Gunawan, Deni Chandra, Sahrul Gunawan.

Terima kasih kepada Dina Diana,  Meydi Muldani dan Yono Suryatno dari ILNA Learning Center yang selalu mendukung dan memberikan keleluasaan gerak dalam penyusunan buku ini.

Terima kasih kepada mas Jum, driver mas Helmy, yang merelakan saya menjadi ‘penumpang gelap’ di mobil.

Buku ini disusun berdasarkan wawancara selama kurang lebih 3 bulan; di tengah kesibukan mas Helmy yang sangat padat. Buku ini adalah resume dari apa yang saya dengar dan rasakan.

Ternyata memang dibutuhkan stamina prima untuk menjalani aktivitas seorang Helmy Yahya. Buktinya, dugaan mas Helmy bahwa saya pasti drop dalam minggu pertama mengikuti aktivitas dia, ternyata menjadi kenyataan. Setelah mengikuti aktivitas mas Helmy siang malam di minggu pertama itu, saya drop dan kecapean di rumah dan minta ‘cuti’ dua hari. Saya pikir, mengikutinya sudah demikian cape, apalagi menjalaninya?

Memang waktu yang teramat singkat untuk merangkum kehidupan seseorang, akan tetapi karena mas Helmy adalah public figure, maka saya sangat terbantu dengan sumber-sumber lain dari berbagai media.

Buku ini disusun berdasarkan konsep valuegraphyÓ, konsep yang saya kembangkan untuk merangkum kehidupan seseorang tidak dari sudut perkembangan kronologis atau biologis-nya (makanya sering disebut biografi),  akan tetapi saya mencoba melihatnya dari sudut pandang value yang dapat saya tangkap, bagaimana seseorang menyikapi kehidupannya, nilai-nilai apa yang membuat dirinya mencapai kesuksesan atau mengatasi kegagalan.

Dengan konsep valuegraphyÓ ini saya berharap, kehidupan seseorang tidak hanya dilihat dari apa saja yang telah diperbuatnya selama kehidupan, kesuksesan apa yang telah diraihnya,  akan tetapi justru menyerap nilai-nilai apa saja yang melatarbelakangi, sehingga dapat menginspirasi banyak orang untuk menjalani hidupnya dengan lebih baik.

Dalam buku ini pembaca akan menemukan cerita-cerita yang mungkin pernah dimuat di beberapa media,  akan tetapi penulis mencoba menyajikannya dengan gaya bertutur, seolah mas Helmy sedang bercerita kepada pembaca.

Secara keseluruhan,  isi buku ini membangun sebuah alur berpikir mulai dari bagaimana seorang Helmy Yahya membangun kredibilitas, merangkai kompetensi, membedakan gaya,  menyelaraskan produk, dan memimpin tim. Kelima alur berpikir yang berdasar nilai-nilai yang penulis coba rangkai semoga memudahkan pembaca untuk menyerapnya.

Selain bahwa seorang Helmy Yahya memang ber-nilai, artinya memiliki nilai-nilai yang dapat menginspirasi banyak orang, Mas Helmy Yahya juga sangat kooperatif, terbuka, jujur, sehingga penulisan buku ini sangat diberikan kemudahan.

Setelah menyelesaikan buku ini, saya pikir sosok Helmy Yahya tidak cukup dimuat dalam buku, harus di-musium-kan, karena sepertinya tidak habis-habis nilai dan sudut pandangnya dalam memandang segala sesuatu. Mungkin karena perjalanan karirnya yang cukup panjang dan penuh liku.

Saya berharap buku ini menjadi wacana  bagi pembaca dalam mengarungi hidup dengan meyakini bahwa kualitas hidup bukan terletak pada kondisi yang kita hadapi, tetapi lebih kepada bagaimana kita menghadapi kondisi tersebut.

Ketika menyelesaikan buku ini, perasaan saya campur aduk,  merasa bahwa buku ini masih kurang untuk menampung sosok Helmy Yahya, akan tetapi dengan kemampuan dan keterbatasan yang ada saya mencoba menyajikan buku ini apa adanya.

Oleh karena itu saya yakin banyak sekali kekurangan baik dari segi kualitas penulisan maupun materi yang disajikan. Saya berharap pembaca dapat memakluminya. Tidak ada gading yang tak retak, tetapi keretakan itulah yang menjadi keasliannya.

Semoga buku ini dapat menemani pembaca dalam mengarungi kehidupan untuk menjemput sukses yang dicita-citakan sambil senantiasa menebar nilai-nilai yang dapat memberikan manfaat kepada orang lain, sehingga kita dapat saling berbagi untuk membuat kehidupan satu sama lain menjadi lebih baik.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *