Entah Tuhan punya maksud apa, dua hari belakangan ini saya bertemu dengan 2 orang tuna wicara yang struggle, tak menyerah dengan keterbatasannya. Kebetulan, di sela pekerjaan kantor, saya membantu sebuah rumah produksi untuk membuat soal dalam Kuis Siapa Lebih Berani yang akan tayang di RCTI. Biasanya, sepulang jam kantor, saya langsung menuju Kebon Jeruk.

Dua kali saya bertemu dengan orang gagu alias tuna wicara. Pertama, ketika naik bis AC Depok – Grogol.  Masuklah seorang bapak yang usianya cukup senja. Tak bicara, akan tetapi langsung menuju ke bagian depan bis. Kemudian dia berbalik dan di dadanya ada plang nama, terbuat dari kardus mie instan yang dipotong persegi panjang, dan dikaitkan dengan tali rafia ke lehernya; persis seperti mahasiswa yang diospek dan mengenakan plang nama di dadanya.

Bapak tua yang kurus itu, tak mengucapkan sepatah kata pun. Mulutnya komat-kamit, tangannya bertepuk berirama dan badannya agak bergoyang, seperti mengikuti sebuah irama lagu. Setelah beberapa lama, kemudian dia diam dan seperti ada yang lupa, dia kemudian membalikkan plang nama di dadanya, dan di plang itu tertulis: “SAYA SEDANG MENYANYI”.

Setelah membalikkan plang nama itu, kemudian bapak tua yang kurus itu kembali mulutnya komat-kamit, tangannya betepuk berirama dan badannya bergoyang minimalis.

Surprise saya melihat tulisan itu. Oh.. jadi, dari tadi komat-kamit, tangan bertepuk dan badan bergoyang itu rupanya sedang menyanyi…. kreatif juga orang gagu ini. Tak menyerah dia dengan keterbatasannya.

Setelah selesai “menyanyi”, ritual meminta ‘iuran’ pun dilakukan. Saya memberi uang seadanya, mungkin bukan uang dengar ya, tapi uang lihat sekaligus uang baca. Hmmm… very interesting.

Pertemuan saya dengan orang gagu yang kedua, terjadi tadi malam. Sepulang kantor, saya menumpang motor teman saya, namanya Jatmiko Kebetulan, di kantor, ada level kecepatan untuk beberapa orang dalam mengendarai motor; Jatmiko ini termasuk yang bawa motornya cukup cepat, bisa sampai 80 km/jam. Sementara beberapa teman yang lain, ada yang bawa motornya, paling cepat 40 km/jam; jadi kalau ada mobil berhenti di depannya, dia juga akan berhenti.

Kenapa saya numpang motor Jatmiko? Karena saya akan ke RCTI, melihat shooting Kuis Siapa Lebih Berani dan Jatmiko ini memang rumahnya ke arah sana. Waktu tempuh, hanya 1 jam dari Depok sampai ke RCTI. Baiknya lagi, Jatmiko mengantar saya, persis di dekat RCTI, padahal rumahnya cukup jauh dari situ. Baik bener. (Makasih Bro!)

Saya masuk ke studi 1, ketemu Helmy Yahya dan langsung terlibat dalam kegiatan shooting. Kebetulan di salah satu episodenya, ada peserta yang semuanya memiliki keterbatasan fisik. Terharu juga melihatnya, apalagi ternyata mereka bisa sampai ke babak bonus dan memenangkan hadiah utama. Memang rezekinya.

Pulang dari RCTI, sekitar jam 22.00, saya naik ojek. Sampai di depan RCTI, hanya ada satu tukang ojek. Orangnya kurus, dan belum ngojek pun, helmnya sudah dipake. Saya menghampiri tukang ojek itu dan bertanya:

“Ojek Pak?”

Bapak itu tak bicara, hanya mengangguk.

“Slipi?”

“Aa…aa…aa…uu….uu..” begitulah kira-kira suaranya. Tukang ojeknya gagu, tak bisa bicara sempurna. Wah, mana saya buru-buru lagi, ngejar kereta terakhir jam 23.00 di Cawang, eh.. dapet tukang ojeg gagu lagi.

Tak berkata-kata, saya berjalan dan mencari tukang ojek lain. Sekilas, saya lihat tukang ojek itu pasrah tapi sebenarnya berharap. Tapi, dalam hati saya berpikir, “jangan-jangan, rezekinya tukang ojek itu dari saya salah satunya…”

Saya kembali lagi dan berkomunikasi dengan tukang ojek itu…

“Slipi berapa Pak?”

Tetap tak jelas jawabannya. Saya merogoh tas dan mencari uang. Maksud saya ingin mengambil sejumlah uang dan menunjukkan ke tukang ojek itu. Yang ada 50 ribuan. Ribet juga kalau menunjukkan uang itu dan tawar menawar. Ngga nawar aja ribet. Saya mencari lebih dalam di tas. Akhirnya saya menemukan uang 10 ribuan.

“Segini Pak?” kata saya kepada tukang ojek, sambil menunjukkan uang 10 ribuan itu.

Tukang ojek itu mengangguk. Setuju.

“Slipi ya Pak…?”

Tukang ojek itu kembali mengangguk.

Saya menaiki motornya dan motorpun melaju ke arah Tomang. Selama perjalanan, jalan yang ditempuh tukang ojek ini kok rada aneh. Lurus saja. Padahal, setahu saya, kalau mau ke Slipi, bisa belok kanan, menembus jalan yang lebih singkat. Ah.. saya pasrah saja. Rada repot kalau harus ngasih tahu arah.

Motor terus melaju, lurus menyusuri jalan Tomang. Semoga saja, ada keajaiban dan membuat saya muncul di Slipi, paling ngga, Slipi Jaya lah.

Akhirnya, motor sampai di tempat tujuan, tapi bukan di Slipi, melainkan di Mal Taman Anggrek. Hehehehe…. Tak masalah.Saya tak menawar ongkos tukang ojek itu, bahkan saya pun tak menawar tujuan dari tukang ojek itu.

Saya salut malah, karena toh dia masih bisa struggle, walaupun memiliki keterbatasan, bis aberjuang dengan bekerja secara halal.

Saya memberikan uang dan melewati jembatan penyeberangan dan menaikin P 06 untuk menuju Cawang. Kereta terakhir masih ada dan saya pun terlelap dalam perjalanan.

Hmmm.. bertemu dengan orang yang tak menyerah dengan keterbatasan adalah cara unik Tuhan untuk membuat saya lebih mensyukuri kekurangan dan kelebihan diri. Tuhan memang penyusun skenario Maha Hebat.

One thought on “Tukang Ojeknya Gagu

  1. waw..

    siang bang.. sekarang internet saya lagi uji coba.. hehe seminggu ga beres nih..

    tapi jujur banyak tulusan2 di sini yang bikin saya sulit berkomentar.. hanya bisa diam dan mendalami maknanya..
    hhhmm..

    siang juga.. pantesan ngilang ya….hehehhehe.. ini pengalaman pribadi yang unik banget, seumur-umur, baru sekali naik motor yang tukang ojeknya gagu.. lucu, sedih, seneng, pokoknya campur-campur deh….

  2. boleh minta webnya kuis siapa lebih berani ngga??kalo mau daftar kemana ya?
    thx

    kirim email aja ke kslb@triwarsana.net…. nonton ya tiap pagi (senin – jum’at jam 07.30 – 09.00) di RCTI…

  3. Allah yang punya rencana semuanya, memang betul agar kita lebih mensyukuri kelebihan & kekurangannya..
    Ambil hikmahnya saja…

  4. Allah yang punya rencana semuanya, memang betul agar kita lebih mensyukuri kelebihan & kekurangannya..tapi jujur banyak tulusan2 di sini yang bikin saya sulit berkomentar.. hanya bisa diam dan mendalami maknanya..
    hhhmm..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *