Syekh Puji kembali bikin sensasi. Membangun penjara nikah siri, diliput televisi. Syekh Puji diperiksa polisi. Berpawai dengan pasukan bodyguard penuh aksi

Syekh Puji masuk hukum ekonomi.Karena berita memang dibutuhkan televisi. Syekh Puji jadi ‘supply’ yang penuh sensasi. Mengisi ‘demand’ slot berita televisi di pagi hari

Syek Puji jadi selebriti karena sensasi tak terpuji

Dua pelajar di Balikpapan duel di dalam kelas. Berebut cinta wanita yang tak membalas. Cinta monyet diabadikan oleh ponsel paling lawas. Diliput televisi disoraki teman-teman sekelas.

Remaja-remaja banyak yang berkelahi. Geng wanita maupun kumpulan laki-laki

Duel dua laki-laki yang adu kung fu. Duel dua wanita bersarung tinju

Berkelahi pun bisa masuk televisi

Polisi pun berkelahi. Walau hanya drama tak bermutu. Dramanya ditayangkan di televisi. Setelah lama, aktor-aktor palsu itu pun mengaku

Pengurus partai politik saling berkelahi. Padahal mereka dari partai yang sama. Memang banyak partai tak punya ideologi. Berselisih karena mereka memang tak punya paham yang sama

Mereka masuk televisi karena sensasi.

Ponari banyak dikejar agen iklan. Batu ajaib dan tersambar petir jadi pangkal misteri. Ponari Sweat diisukan jadi air bertuah versi kemasan. Masyarakat ngamuk ketika praktek dihentikan polisi.

Ponari muncul di Bukan Empat Mata. Omzet lebih satu milyar membuatnya kaya raya. Ponari kini banyak kompetitor. Dukun-dukun palsu yang jadi ‘aktor’

Ponari jadi selebriti karena sensasi

Pengurus PSSI pun diliput televisi. Bukan pemain, tapi pengurusnya yang sudah jompo tanpa visi.  Tuan rumah piala dunia 2002 yang jadi mimpi. Mimpi yang kejauhan karena tak pernah bikin prestasi

PSSI masuk televisi; hanya menjual sensasi; bukan prestasi.

Kotak ajaib itu namanya televisi. Makin aneh makin banyak diminati.  Modalnya hanya sensasi. Buuuum! Sekejap, jadilah ia selebriti.