Timnas Indonesia dua langkah lagi meraih prestasi tertinggi di Asia Tenggara. Bersemangat dan disertai euforia pendukung dari seluruh pelosok negeri.

Warga yang rela berdesakan antri untuk membeli tiket yang pengelolaannya amburadul. Harus antri berkali-kali, padahal mereka mengeluarkan uang untuk itu. Bukan dibagi cuma-cuma. Pendukung setia timnas itu membayar.

Di sela keringat yang bercucuran dari pecinta sepakbola, pemain timnas pun dijamu oleh politisi, dan di-hibah-i tanah seluas 25 hektare.

Jamuan yang menimbulkan polemik di media dan pergunjingan beberapa pihak, karena pengundangnya adalah politisi.

Ya.. pemain timnas yang bermain di Senayan, kini dilirik oleh orang-orang yang juga pernah duduk di Senayan. Apalagi setelah ditelaah, banyak pengurus PSSI juga adalah orang Senayan; yang wajahnya tak asing lagi, baik di tayangan berita ataupun peristiwa kriminal.

Belum habis, sehari jelang keberangkatan, pemain Timnas diundang istighosah ke sebuah pesantren. Irfan Bachdim yang bertato pun masuk pesantren dan dicubit oleh wanita yang bukan muhrimnya.. jelas terlihat di televisi. Bukan cubitan itu yang mengganggu saya, akan tetapi mata Irfan Bachdim yang berkantung, tanda lelah, dan kepalanya yang sedikit terkulai karena kantuk..

Berdo’a memang baik, akan tetapi dengan padatnya jadwal latihan timnas, rasanya do’a itu tak perlu dengan seremoni yang menguras tenaga timnas.

Timnas Indonesia memang manggung di layar kaca. Kesederhanaan keluarga pemain pun mendominasi. Bagus untuk menjadi inspirasi…

Asal jangan prestasi timnas ini dikapitalisasi oleh PSSI; buktinya tiket naik sangat, walaupun (katanya) turun kembali…

Di satu sisi Senayan dialiri oleh keringat pemain timnas dengan Garuda yang tertempel di dada. Di sisi lain, jangan sampai Senayan satu lagi yang diisi oleh politisi mengkapitalisasi prestasi untuk popularitasnya sendiri…