Innangkis (Inovasi Penanganan Kemiskinan) Tamansari.
Penggagas: Baban Sarbana, Mahasiswa S3, Program Komunikasi Pembangunan, FEMA IPB; Ketua Umun Himpunan Alumni IPB Kab Bogor, Direktur BUMDES Tamansari.
Azizah Halimah, Pengurus DPP HA IPB, Ketua Karang Taruna Desa Sirnagalih.

Paparan kami bagi menjadi 3 bagian, yaitu:
1. Apa yang SUDAH kami lakukan (sejarah dan rekam jejak)
2. Apa yang AKAN kami lakukan (harapan di masa depan)
3. Apa yang sedang kami lakukan (program saat ini)

PERTAMA
Kecamatan Tamansari terdiri dari 8 Desa, salah satunya Desa Tamansari yang menjadi locus awal program Innaking Kab Bogor 2019. Selanjutnya akan merambah ke desa-desa lain dengan pengembangan model sesuai situasi dan kondisi.

Kegiatan pemberdayaan masyarakat dan penanganan kemiskinan, dilakukan oleh Yayasan Berkah Yatim Mandiri atai YatimOnline sejak 2010. Awalnya mengumpulkan santunan melalui jejaring online seperti facebook dan BBM (saat itu). fokus pada anak yatim, piatu dan yatim piatu serta dhuafa. Terdapat 73 anak yang menjadi anggota. Tahun 2011, YatimOnline mendapat penghargaan dalam Aksi Klikhati sebagai gerakan sosial yang menggunakan social media.
Tahun 2013, setelah melihat profile keluarga yatim dhuafa, dimana Ibu menjadi pilar ekonomi, maka didirikan KUBYD (Kelompok Usaha Bunda Yatim Dhuafa) dengan anggota 29 orang dan menjadi cikal bakal Koperasi Cilawi (Cinta Telaga Wisata).
Tahun 2014, mendirikan PAUD An Nahlya, untuk akses pendidikan usia dini, dan berjalan hingga saat ini.
Tahun 2018, rintisan yatimonline terkait kesehatan yaitu Kampung IDEAS (Integrasi Desa Anti Stunting) menjadi salah satu praktek baik dan dipresentasikan di ASEAN – India Grassroot Innovation Forum di Puspitek Tangerang, serta SUN Annual Meeting di Bappenas RI.
Perjalanan sejarah YatimOnline menggambarkan fokus pada 3 pilar pembangunan manusia, yaitu kesehatan, pendidikan dan ekonomi.
Hingga saat ini, anggota yatimonline ada yang telah lulus menjadi sarjana dan diploma.

 Kami akan cerita tentang Ibu Y, yang rumahnya (seharusnya) mendapat bantuan renovasi rumah yang saat ini bernama Rutilahu; janji mulai disampaikan saat pilkades bbrp tahun lalu, rumahnya salah satu yang akan direnovasi. Setelah pilkades berakhir dan sang calon jadi, ternyata janji tidak terpenuhi, rumah tetap dalam kondisi mempirhatinkan. hingga suami Ibu Y pun jatuh sakit dan beberapa waktu kemudian jatuh sakit dan meninggal. Dua anak Ibu Y mendapat santunan pendidikan dan melanjutkan sekolah. Suatu saat, Yayasan mengumpulkan donasi secara online dan berhasil mengumpulkan dana untuk merenovasi rumah. Selain itu, Ibu Y juga diberi modal usaha, berjualan karedok; kebetulan kakaknya memiliki keahlian membuat sendal, sehingga ada kakak yang BEKERJA, Ibu yang memiliki USAHA dan adik-adiknya yang SEKOLAH. Itulah program yang kami lakukan selama ini dan sudah berjalan selama hampir 10 tahun. Begitu pola potret keluarga yatim lainnya.

KEDUA.
Di masa depan, kami fokus pada penerima manfaat, utamanya wilayah yang menjadi kantong kemiskinan. Minimnya data resmi dan akses digital yang tidak kami dapatkan, membuat kegiatan kami seolah tak ‘membantu orang2 miskin’; padahal kenyataannya, orang2 yang kami bantu, secara kasat mata memang berada dalam kemiskinan dan beberapa tidak terdata resmi. Ke depan, DATA PENERIMA MANFAAT, MITRA YANG TEPAT, dan MEMBANGUN PARTISIPASI WARGA dalam Self Help alias menolong dirinya sendiri, menjadi prioritas.
Data yang baru sepekan lalu kami dapatkan dari PKH, itu pun masih data mentah, belum diolah jadi infografis, menunjukan memang locus di RW 5, utamanya RW 4 (Legok Emper) yang selama ini kami lakukan, adalah penerima terbanyak PKH (20 keluarga); itu pun belum semua terdata. Padahal RT 4 RW 5 memiliki potensi luar biasa untuk dikembangkan menjadi destinasi wisata karena letaknya di sisi Setu Tamansari dan warganya memiliki kemampuan membuat olahan makanan, utamanya makanan tradisional. Ke depan, dalam rangka penangan kemiskinan, lokasi RT 4 RW 5 ini akan dijadikan kampung wisata kuliner tradisional dan edukasi gizi dan anti stunting (masih ada penderita KEK dan stunting). Dalam rangka program desain kampung anti stunting inilah, kami sedang mengajukan kemitraan dengan Bappenas RI, semoga di tahun 2020, terealisasi. Kami juga menjajaki kemitraan dengan Lawang Geledegan yang berjarak 1.5 KM dari setu tamansari.
Selain RT 4  RW 5, wilayah penerima PKH terbanyak adalah RW 8, Bobojong. Padahal di lokasi tersebut terdapat sentra pohpohan dan hutan taman nasional yang dikelola mandiri oleh Kelompom Tani yang dipimpin Bapak Tawi.
Dua lokasi yang menjadi kantong penerima PKH terbanyak, dengan potensi yang cukup besar, hanya saja belum optimal, menjadi prioritas kami melalui program ORTOP (One RT One Product).

Kami memotret keluarga penerima manfaat, menjadi 3 posisi, diibaratkan tangan, yaitu:
1. Tangan di Bawah
adalah anak-anak usia sekolah atau lanjut usia; yang belum bisa mendapatkan penghasilan. Mereka harus mendapatkan SANTUNAN untuk AKSES PENDIDIKAN
2. Tangan di Tengah
Anggota keluarga PM yang putus sekolah atau telah selesai masa sekolah, memiliki potensi untuk mendapat penghasilan, oleh karena itu kebutuhannya adalah LAPANGAN PEKERJAAN dan BALAI LATIHAN KERJA
3. Tangan di Atas
Ibu-ibu atau anak muda yang didampingi untuk melakukan  rintisan usaha. Oleh karena itu, mereka butuh MODAL dan PENDAMPINGAN USAHA.

Ketiga posisi tangan dalam keluarga penerima manfaat inilah yang menjadi prioritas program penanganan kemiskinan, sehingga setiap keluarga PM akan:
1. Meningkatkan pendapatan keluarga
2. Mendapatkan pekerjaan
3. Mendapatkan akses pendidikan standar (SMA/SMK), jika perlu sampai kuliah

CONTOH.
Ina…, anak bungsu dari 3 bersaudara. Kakaknya tamatan SMP, Inayah menjadi satu-satunya yang (insyaallah) tamat SMA dan semoga lanjut kuliah. Saat ini, Inayah mendapatkan beasiswa pendidikan dari Yayasan di SMK Kesuma Bangsa, jurusan desain grafis dan difasilitasi kursus mingguan dari relawan guru untuk meningkatkan keahliannya.
Ibunya Ina adalah ART, dengan penghasilan Rp 400K/bulan, setelah sebelumnya bekerja sebagai penjaja kopi tarling (starbuck keliling) di Pasar Bogor, suaminya sudah wafat.
Keluarga ini tak terdata sebagai penerima PKH, penerima Rutilahu.
Ke depan, kami memastikan menjamin biaya pendidikannya, karena ibunya tidak mungkin berusaha, hanya bisa bekerja.

Hal seperti ini harusnya menjadi tanggung jawab negara. Persoalan pendidikan adalah hal krusial yang merupakan investasi masa depan.
Masih banyak Ina-Ina yang lain yang kondisinya sama atau malah lebih memprihatinkan.

KETIGA
Apa yang kami lakukan saat ini?

Kami menyusunnya menjadi 3 tahapan, yaitu GEO
1. Goals
Memastikan akurasi penerima manfaat melalui kroscek data dengan PKH, Rutilahu (Rumah Tidak Layak Huni), BLNT (Bantuan Langsung Non Tunai), BSM (Bantuan Siswa Miskin) dan program-program pemerintah lainnya; supaya terdata dan tertata dengan baik.
2. Ecosystem
Memastikan stakeholders terkait penanganan kemiskinan di tingkat desa bisa sinergis, seperti (BUMDES, Kelompok Swadaya Masyarakat, Posyandu, Karang Taruna, PKK, dll) serta lembaga di tingkat kecamatan dan kabupaten (dinas terkait). Selain itu, Ekosistem penanganan kemiskinan juga melibatkan komunitas, dunia usaha, media dan dunia akademik atau yg dikenal sebagai sinergi Pentahelix – ABCGM (Academic, Business, Community, Government, Media)
3. Organization
Organisasi partisipatif yang melibatkan warga untuk mencari solusi bersama-sama, sehingga tersusun peta masalah dan potensi, penyusunan program dan action plan yang melibatkan ekosistem penangan kemiskinan.
Kami saat ini sudah memiliki badan hukum Yayasan (aspek pendidikan), rintisan koperasi (aspek ekonomi), rintisan IDEAS- Integrasi Desa Anti Stunting (aspek kesehatan) dan terbuka untuk bermitra dengan berbagai pihak.

CLOSING:
kami yakin, kehebatan kita bukan karena kenal dengan orang-orang kuat, akan tetapi bisa jadi karena terkabulnya do’a orang-orang lemah yang kita bantu dengan ikhlas.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *