MIMPI YANG MENJADI KENYATAAN

Seperti mimpi yang menjadi kenyataan…

Itulah yang saya alami ketika menjejakkan kaki pertama kali di Seattle, Amerika Serikat. Tak sangka, dengan menulis, saya diberi kesempatan untuk bersentuhan dengan hidup seseorang yang kini dikenal di seluruh dunia, Barack Obama.

Semuanya berawal dari intensitas saya dalam jejaring social facebook. Satu kesempatan terbuka ketika US Embassy Jakarta mengadakan kompetisi Golden Ticket to USA; menyeleksi fans page-nya yang sudah ratusan ribu, dan memilih 3 orang yang akan mendapat kesempatan ke Amerika Serikat untuk menapaktilasi jejak hidup Obama.

Hanya 150 kata yang harus saya tuliskan. Tak sekedar kata, saya menulis dengan sepenuh hati; karena apa yang saya ingin alami, adalah apa yang ingin saya bagi juga tulisannya melalui facebook, blog maupun buku. Ya.. dari sejak berangkat, memang saya meniatkan untuk menulis buku tentang perjalanan. Alhamdulillah, Allah mengabulkan.

Seleksi yang disiarkan langsung di RCTI tanggal 2 Juni 2010 adalah pembuka dari segalanya. Menjadi pemenang bersama Dimas Novriandi dan Vivi Hasyim, adalah awal untuk menjalani mimpi dalam bentuk kenyataan.

Semua persiapan dilakukan menuju keberangkatan 17 September 2010. Selama persiapan itu pula, saya menyelesaikan urusan tahap pertama Pondok Yatim Menulis, yang mengalami berbagai ujian.  Bersyukur, ketika jelang berangkat, tahapan pertama itu bisa dilaksanakan.

Terbang melintasi samudera; menempuh perjalanan hampir seharian, hingga tiba di Seattle; Kota Jamrud, dominasi warna hijau pepohonan yang tak kenal musim. Seattle juga dijuluki Kota Hujan karena curah hujan yang tinggi, dan dijuluki Kota Kopi; karena dimulainya jaringan kopi  terkenal dari sini.

Di Seattle, kami menapaktilasi jejak Stanley Ann Dunham, ibu Obama yang pindah dari Kansas mengikuti kedua orang tuanya, mencari penghidupan yang lebih layak. Di Seattle, saya bertemu dengan Susan Blake dan Chip Wall, keduanya adalah teman sekolah Stanley Ann Dunham ketika SMA.

Di Seattle pula, saya bertemu dengan orang-orang Indonesia yang bekerja di perusahaan internasional ternama, Microsoft dan Boeing, sekaligus tour keliling tempat kerja mereka. Bangga sekali rasanya. Tentu saja, melihat Seattle dari perspektif pariwisata juga menjadi satu keharusan. Mengunjungi Space Needle dan Pike Market jadi perjalanan yang tak terlupakan.

Washington DC

Dari Seattle, kami menuju Washington DC; ibukota pemerintahan Amerika Serikat. Berganti suasana; dari cuaca dingin ke cuaca panas; dari rindang pepohonan ke gedung-gedung bersejarah. Washington DC adalah refleksi Amerika Serikat dari perspektif pengelolaan negaranya. Washington DC seperti museum tanpa gedung, karena dari satu lokasi ke lokasi lainnya, saya seperti belajar tentang Amerika Serikat. Newseum, US Capitol, Lincoln Memorial, Washington Monumen hingga Ben’s Chili Bowl adalah tempat yang kami kunjungi dan tentu saja menambah jejak yang kami temukan terkait Obama.

Bertemu dengan teman-teman VOA Indonesia jadi cerita tersendiri; karena sekali lagi, bangga ketika ada anak bangsa yang menjadi professional di negara lain.

Chicago

The Windy City, menyambut kami dengan angin yang menambah dingin cuaca. Dari Washington DC yang panas, kembali ke cuaca dingin di Chicago. Dari gedung-gedung pemerintahan, kami menjumpai gedung pusat bisnis dan perkantoran yang menjulang. Chicago adalah kota industry. Di kota ini, Obama memulai kiprahnya dalam dunia politik. Obama memang dikenal lahir di Hawaii; tapi dalam kampanye menuju Presiden, Obama dipersepsi sebagai politisi didikan Chicago. Setelah menjadi Presiden Harvard Law Review, Obama menjadi pengajar, menulis, menikah dengan Michelle Robinson dan menjadi Senator Illionis. Secara politik, Obama terbentuk di Chicago, yang mendekatkannya dengan sosok Howard Washington, orang kulit hitam pertama yang menjadi walikota pertama Chicago; dan tentu saja dengan  Marthin Luther King Jr. dan Abraham Lincoln yang identik dengan pembebasan perbudakan.

Honolulu

Hidup agak melambat ketika kami tiba di Honolulu… Bawaan-nya ingin berlibur ketika tiba di Waikiki Beach. Serasa berada di Bali. Alasan utama kami ke Hawaii tentu terkait dengan masa kecil dan remaja Obama di Honolulu; mulai dari kelahirannya di Kaulani Hospital, rumah kakeknya di Manoa Valley, SMA-nya di Punaou, East West Center dan University of Hawaii yang menjadi tempat bertemu Ibunya dengan Barack Husein Obama Sr dan juga dengan Lolo Soetoro; hingga lokasi-lokasi favorit Obama terkait dengan hobinya main basket dan surfing. Menyenangkan, berada di tempat ketika Obama membentuk jatidirinya. Lebih menyenangkan lagi di Hawaii ini kami bertemu dengan kantin Indonesia yang baru buka 2 hari dan diundang makan malam oleh PERMIAS Chapter Hawaii.

Perjalanan 2 pekan yang secara fisik melelahkan tapi dikalahkan oleh suasana hati yang menyenangkan. Tentu saja cerita dalam buku ini tak hanya soal segala hal yang terkait dengan Obama saja; akan tetapi juga di beberapa bagian, ada cerita hal-hal yang menarik selama perjalanan, yang menggambarkan; kultur, interaksi, bahkan hal-hal yang menurut sebagian orang mungkin tak penting; akan tetapi karena bagi saya sesuatu yang baru, maka saya tuliskan juga.

Buku ini disusun secara kronologis, berurutan sesuai dengan waktu perjalanan. Di beberapa bagian terdapat sekilas pemikiran. Tulisan ini dilengkapi juga dengan foto-foto selama menikmati perjalanan.

Terima kasih kepada US Embassy Jakarta yang telah memberikan kesempatan luar biasa ini, kepada RCTI yang memfasilitasi seleksi dan meliput kegiatan selama disana; George A. Santulli dari State Government, www.kompasiana.com yang membuat saya ngeblog setiap hari; kepada rekan-rekan seperjalanan: Michael Tjandra (RCTI), Dian Agustin (US Embassy Jakarta), Lawrence Clamage (Cameramen dari Washington DC), dan rekan pemenang Golden Ticket to USA; Dimas Novriandi dan Vivi Hasyim.

Selamat menikmati catatan perjalanan Napak Tilas Obama ini. Semoga memberi manfaat.

Hatur Nuhun, Terima Kasih, Thank You, Mahalo!

Baban Sarbana

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *