(Saya tulis pas lagi nonton… di Trans TV)

Bubur Mang Oyo sangat terkenal di Bandung. Selain karena kekentalan, kelezatan dan yang paling unik, ketika ditaruh dipiring dan piringnya dibalikkan, tidak tumpah

Ceritanya bermula ketika Oyo kecil, sangat melarat, hingga beras tinggal secangkir, makan seadanya. Ibunya puny aide agar beras itu dibuat bubur, biar banyak.

Walaupun makan seadanya, dia harus  bekerja berat. Membantu ayahnya sebagai kuli pacul dan kebun. P3, Pasukan Pacul Pendek. Ayahnya berpesan agar kalau sudah besar bisa mempekerjakan orang lain, Oyo harus sukses.

Oyo membantu emak di dapur, sehingga pandai memasak sejak kecil,  Mengolah gabah sampai jadi nasi. Nyayur, nyambel, nyuci, pokoknya seperti  anak perempuan saja.

Kemelaratannya membuat Oyo masuk SD di usia 11 tahun. Untuk memperbaiki nasib, Oyo merantau ke Sumedang, lagi-lagi menjadi kuli pacul. Mendapat cercaan, karena tubuhnya kecil dan kurus. Diejek dan dijuluki ayam kate, leutik tapi kolot. Dihina, karena tidak bisa macul.

Oyo tak puas dengan profesinya. Ia harus melakukan sesuatu untuk mengubah nasibnya.

Hijrah ke kota Bandung. Oyo menumpang pada kakak sepupunya. Profesi barunya, bekerja di Pertamina, bagian pemasaran, alias menjual minyak tanah keliling. Kemudian membantu kakak sepupunya membuat bubur sumsum. Berjualan bubur sumsum, akhirnya berdagang bubur ayam sendiri.

Di awal profesinya sebagai penjual bubur ayam, banyak tantangan, seperti pandangan orang bahwa: buat apa makan bubur, kaya orang sakit?

Untuk mengatasi kesulitan, semua usaha dilakukan agar produknya lebih dikenal dan berbeda dengan bubur lainnya. Oyo mulai berpikir tentang kondisi buburnya, yang encer. Jika dijual pagi-pagi sampai jam 9.00 jadi air, ngga layak dijual, jadi dibuang ke got. Banyak yang mubazir.

Oyo menemukan ide untuk menciptakan singkatan unik. Kurupuk emping (kuping), Ampel (Ati ampela). Pembeli mulai berdatangan membeli buburnya. Hambatan tetap datang. Setelah cukup sukses selama tiga bulan, merasa disaingi, kantin soto di sebelahnya iri. Oyo diusir, sampai nangis. Oyo mencari tempat bubur yang baru. Diusir lagi, kali ini diusir sama trantib. Lama-lama jadi biasa diusir.

Buburnya semakin dikenal. Dari segi pendapatan, belum dikatakan sukses. Usai melakukan tahajud, mendapat ilham, Menemukan resep masakan ibu yang ada di dandang, dipakai untuk bumbu bubur.

Akhirnya Mang Oyo membuat bubur untuk sarapan pagi sekaligus makan siang. Buburnya tidak encer, tapi kental. Bubur kental menjadi resep khas Mang Oyo. Pada saat berjualan, Oyo melakukan atraksi membalikkan piring yang ada buburnya, ngga tumpah, pembeli jadi kaget, kemudian pada datang, sehingga konsumen banyak.

Kesuksesannya bisa membawa naik haji di tahun 1994. Tahun 2003, mendadak sepi, ujung masalah, anak angkat yang membuka usaha bubur sendiri. Dikira (dikabarkan) Mang Oyo udah meninggal, sehingga pembeli semua pindah ke warung bubur anak angkatnya. Pembeli kemudian tahu bahwa  Mang Oyo masih hidup. Bisnis pun perlahan bangkit kembali. Kini Bubur Mang Oyo memiliki 6 cabang di Kota Bandung. Yang didapatkan pembeli tidak hanya bubur lezat, tapi pelayanan yang penuh ramah dan canda.

Bubur yang dimakan saat melarat di waktu kecil, kini menjadi sarana bagi Mang Oyo untuk bisa menghidupi keluarganya sekaligus memenuhi amanah orang tuanya, untuk bisa mempekerjakan dan membuka peluang pekerjaan bagi orang lain.

One thought on “Bubur Kental Mang Oyo

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *